Partai dan Kelas


Partai dan Kelas – Chris Harman (1968)

Tidak banyak pertanyaan menimbulkan pertentangan didalam kalangan Marxis daripada pertanyaan tentang hubungan antara partai dan klas. Mungkin lebih banyak pertentangan panas dihasilkan dari perselisihan sengit tentang subyek ini daripada subyek-subyek lain. Dari generasi ke generasi istilah-istilah yang sama dipakai – ‘birokrat’, ‘substitusionis’, ‘elitis’, ‘otokrat’.

Namun, prinsip-prinsip pokok dalam debat tersebut biasanya membingungkan. Meskipun pentingnya isu-isu yang terlibat. Misalnya, perpecahan antara Bolshevik dan Menshevik yang terjadi karena sifat organisasi partai pada tahun 1903 mengakibatkan banyak orang yang nantinya pada tahun 1917 akan berada disisi berlawanan dari Lenin dalam faksinya (misalnya, Plekhanov), sedangkan bertentangan dengan dia adalah revolusioner bergengsi seperti Trotsky dan Rosa Luxemburg. Namun kebingungan ini bukanlah masalah yang terisolasi. Itu adalah segi berkepanjangan dalam diskusi revolusioner. Mengingat ucapan Trotsky, di Kongres Kedua Komintern, dalam menjawab anggapan Paul Levi bahwa massa buruh di Eropa dan Amerika mengerti kebutuhan untuk partai. Trotsky menunjukkan bahwa keadaan jauh lebih rumit daripada itu. Kalau pertanyaannya diajukan secara abstrak:

‘maka saya lihat Scheidemann di satu sisi dan, di sisi lain, sindikalis Amerika, Perancis atau Spanyol yang tidak hanya ingin memerangi kaum burjuis, tetapi, tidak seperti Scheidemann, memang ingin memotong kepalanya – oleh karena itu saya berkata bahwa saya lebih suka berbicara dengan kawan-kawan Spanyol, Amerika atau Perancis untuk membuktikan kepada mereka bahwa partai itu sangat diperlukan untuk penyelesaian tugas historis yang ada didepan mereka… Saya akan coba membuktikan itu kepada mereka secara perkawanan, berdasarkan pengalaman saya sendiri, tidak dengan memperlawankan mereka pada pengalaman bertahun-tahun Scheidemann dengan mengatakan bahwa untuk mayoritas pertanyaannya sudah beres… Apa persamaan yang ada antara saya dan seorang Renaudel yang mengerti baik kebutuhan akan partai, atau seorang Albert Thomas dan tuan-tuan lain yang saya tidak mau memanggil ‘kawan’ supaya tidak melanggar peraturan kesopanan?’[i]

Kesulitan yang dikatakan Trotsky – bahwa baik sosial demokrat maupun Bolshevik mengacu pada ‘kebutuhan akan partai’. Walaupun yang dimaksud oleh mereka cukup berbeda – diperburuk dalam tahun-tahun sejak itu oleh munculnya Stalinisme. Kosa kata Bolshevisme diambil-alih dan digunakan untuk tujuan yang berlawanan dari mereka yang pertama kali merumuskannya. Tetapi terlalu sering mereka yang melanjutkan tradisi revolusioner dan melawan Stalinisme maupun sosial demokrasi tidak menganggap serius poin-poin Trotsky pada tahun 1920. Mereka sering mengandalkan ‘pengalaman’ untuk membuktikan kebutuhan untuk partai, walaupun pengalaman itu merupakan Stalinisme dan sosial demokrasi.

Pendirian penjelasan ini bahwa kebanyakan diskusi bahkan di lingkungan revolusioner adalah, sebagai akibat, diskusi setuju atau tidaknya mengenai konsepsi Stalinis atau sosial demokrasi tentang organisasi. Yang akan diajukan adalah bahwa pandangan keorganisasian yang dikembangkan secara tersirat dalam tulisan dan tindakan Lenin jauh berbeda daripada kedua konsepsi tersebut. Fakta itu dikaburkan oleh perendahan derajat teori dan praktek Revolusi Oktober oleh kaum Stalinis. Demikian juga perkembangan Partai Bolshevik terjadi dalam keadaan ilegal dan pembicaraan tentang partai dilakukan dalam bahasa sosial demokrasi ortodoks.

Pandangan sosial democrat tentang hubungan antara partai dan kelas

Teori-teori klasik sosial demokrat – yang tidak ditantang pada dasarnya oleh kaum Marxis manapun sebelum 1914 – secara niscaya menugaskan partai dengan peran pokok dalam perkembangan menuju sosialisme. Itu karena perkembangan tersebut dianggap pada pokoknya sebagai pertumbuhan organisasi dan kesadaran kelas buruh yang berkembang secara terus-menerus dan lancar di bawah kapitalisme. Bahkan bagi kaum Marxis, seperti Kautsky, yang menolak gagasan bahwa dapat terjadi transisi ke sosialisme secara berangsur-angsur, setuju bahwa untuk sekarang ini yang diperlukan adalah perluasan kekuatan organisasi dan pengikut-pengikut elektoral. Perkembangan partai dianggap perlu supaya menjamin bahwa waktu transisi ke sosialisme terjadi, baik melalui pemilihan maupun kekerasan yang menentukan oleh kelas pekerja, partai yang mampu mengambil alih dan membentuk basis bagi negara baru (atau negara yang lama tapi diperbarui) sudah ada.

Perkembangan partai massa kelas buruh dilihat sebagai akibat yang niscaya dari kecenderungan perkembangan kapitalis. ‘Semakin besar pertumbuhan jumlah klas buruh, lebih besar angkatan kerja yang tidak bekerja, dan lebih tajam perlawanannya antara pemeras dan yang diperas’, krisis ‘oleh ‘karena itu terjadi pada skala yang semakin besar’, ‘kebanyakan rakyat tenggelam semakin dalam ke kebutuhan dan kesengsaraan’, ‘jarak waktu kesejahteraan menjadi lebih pendek; lamanya krisis semakin panjang.’ Akibatnya, lebih banyak buruh didesak ‘ke dalam perlawanan naluriah terhadap susunan masyarakat.’ Sosial Demokrat, berdasarkan ‘penyelidikan keilmuan independen oleh pemikir burjuis’ berperan mengangkat kaum buruh ke tingkat dimana mereka punya ‘pengertian jelas tentang sistem sosial’.[ii] Gerakan semacam itu ‘bermunculan dari pertentangan kelas… tidak akan kalah kecuali untuk sementara, dan seharusnya menang pada akhirnya’.[iii] ‘Revolusi tidak dilakukan semau-maunya… Tapi datang sebagai keniscayaan.’ Mekanisme sentral yang terkait dengan perkembangan itu adalah pemilihan parlementer (namun bahkan Kautsky mempertimbangkan ide Pemogokan Umum dalam periode segera setelah 1905-6).[iv] ‘Kami tidak ada alasan untuk berkeyakinan bahwa pemberontakan bersenjata…akan memainkan peranan penting saat ini’.[v] Malah, parlemen adalah tuas paling kuat yang dapat dipergunakan untuk mengangkat kaum proletariat dari degradasi ekonomi, sosial dan moral.’[vi] Pemanfaatannya oleh kelas buruh membuat ‘parlementarisme mulai berganti wataknya. Apalagi tidak lagi jadi alat saja di dalam tangan kaum burjuis’.[vii] Lama-kelamaan aktivitas seperti itu semestinya berujung pada pengorganisasian kelas pekerja dan ke keadaan dimana partai sosialis meraih mayoritas sehingga menjadi pemerintah. Partai Buruh ‘seharusnya bertugas untuk merebut pemerintahan demi kepentingan kelas yang diwakilinya. Perkembangan ekonomi akan mengakibatkan secara wajar tercapainya tujuan tersebut’.[viii]

Tidak hanya perspektif ini merupakan pondasi bagi kebanyakan aksi sosialis di seluruh Eropa Barat dalam 40 tahun sebelum Perang Dunia Pertama, namun pula berjalan terus hampir tanpa tantangan teoritis, setidaknya dari kalangan kiri. Keheranan Lenin atas dukungan Partai Demokrasi Sosial (SPD) untuk perang sudah banyak dikenal. Namun kurang dimengerti adalah bahwa pengkritik Kautsky dari kalangan kiripun, seperti Rosa Luxemburg, belum menolak dasar-dasar teori tentang hubungan antara partai dan kelas dan perkembangan kesadaran kelas yang tersirat. Kecamannya terhadap Kautskyisme biasanya tetap di dalam kerangka teoretis yang berasal dari Kautskyisme.

Yang pokok bagi sosial demokrat adalah bahwa partai mewakili kelas. Diluar partai, buruh tidak mempunyai kesadaran. Memang, Kautsky sendiri kelihatannya ketakutan secara patalogis terhadap apa yang kaum buruh mungkin akan melakukan tanpa partai dan bahaya revolusi ‘gegabah’ yang berkaitan dengan itu. Maka seharusnya partai yang mengambil kekuasaan. Bentuk-bentuk lain organisasi dan tindakan kelas pekerja bisa membantu, tetapi harus memainkan peranan kurang penting dibandingkan partai yang memiliki kesadaran politik. ‘“Aksi langsung” oleh serikat hanya bisa efektif sebagai tambahan dan penguatan, bukan sebagai pengganti untuk aksi parlementer.’[ix]

Kaum kiri revolusioner dan teori-teori Sosial Demokrat

Diskusi-diskusi yang terkait dengan pertanyaan tentang organisasi dan partai sebelum 1917 tidak bisa dipahami tanpa pengertian bahwa pandangan sosial demokrat ini mengenai hubungan antara partai dan kelas tidak ditantang dengan tegas dimanapun (selain diantara kalangan anarkhis yang menolak gagasan partai apapun). Demikian juga anggapan mereka, seperti Rosa Luxemburg, yang melawan demokrasi sosial ortodoks dari segi aktivitas diri massa kelas pekerja. Itulah bukan saja kegagalan teoretis, malah berjalan menurut keadaan sejarah. Pada saat itu Komune Paris merupakan satu-satunya pengalaman kekuasaan kelas buruh, dan hanya tinggal selama dua bulan di kota yang kebanyakan penduduknya burjuis kecil. Bahkan revolusi 1905 hanya menunjukkan secara tak lengkap bagaimana, dalam kenyataan, sebuah negara buruh mesti diatur. Bentuk-bentuk mendasar kekuasaan buruh – soviet (dewan buruh) – belum diakui. Maka Trotsky, yang menjabat sebagai presiden Sovyet Petrograd pada 1905, tidak menyebutnya dalam analisisnya tentang pelajaran dari 1905, Hasil dan Prospek. Walalupun Trotsky adalah hampir satu-satunya yang meramalkan isi sosialis dalam Revolusi Rusia, dia tidak mulai melihat bentuk yang akan diambil oleh revolusi itu:

‘Revolusi adalah terutama pertanyaan tentang kekuasaan – bukan tentang bentuk negara (dewan konstitusi, republik, negara serikat) namun tentang isi sosial pemerintahannya.’[x]

Terdapat kelalaian yang mirip dalam tanggapan Rosa Luxemburg terhadap 1905, Pemogokan Massa. Tidak sampai revolusi Februari bahwa sovyet menjadi pokok dalam tulisan dan pikiran Lenin.[xi]

Kaum kiri revolusioner tidak pernah sepenuhnya menerima pendapat Kautsky tentang partai sebagai pelopor langsung untuk negara buruh. Tulisan Luxemburg, sebagai contoh, mengakui konservatisme partai dan keharusan untuk massa melebihi dan bertindak di luar partai dari tahap awal.[xii] Namun dia tidak pernah secara jelas menolak anggapan resmi sosial demokrat. Tetapi tanpa penjelasan teoretis tentang hubungan antara partai dan kelas tidak mungkin adanya kejelasan tentang masalah organisasi macam apa yang patut di dalam partai. Tanpa penolakan model sosial demokrat, tidak mungkin adanya kesempatan untuk pembicaraan sejati tentang organisasi revolusioner.

Itu khususnya terlihat dalam kasus Rosa Luxemburg. Akan salah kalau terperangkap (perangkap yang dipasang secari hati-hati baik oleh Stalinis maupun pengikut-pengikut gadungan Luxemburg) dalam pendapat yang menganggap teori ‘spontanitas’ mengabaikan keperluan untuk partai dianut oleh Luxemburg. Di sepanjang tulisannya terdapat tekanan pada kebutuhan dan peranan positif yang semestinya dimainkan oleh partai:

‘Namun di Rusia, partai sosial demokrasi harus membangun sendiri seluruh periode sejarah dengan usaha-usahanya sendiri. Partai tersebut harus memimpin kaum proletar Rusia dari keadaannya sekarang yang “terpisah-pisah”, yang mengekalkan rezim otokratis, menuju organisasi klas yang akan membantu mereka menjadi sadar atas tujuan-tujuan historisnya dan mempersiapkannya untuk perjuangan mencapai tujuan-tujuan itu.[xiii]

‘…Tugas demokrasi sosial bukan persiapan teknis dan pimpinan pemogokan massal, melainkan pertama-tama dan yang paling utama kepemimpinan politik keseluruhan pergerakan.[xiv]

‘Kaum sosial demokrat adalah yang paling maju, yaitu barisan depan kaum proletar yang paling berkesadaran kelas. Mereka tidak bisa dan tidak berani menunggu, secara fatalistis bersilang tangan, untuk kedatangan “keadaan revolusioner”.’[xv]

Namun selalu ada ketidakpastian dalam tulisan Luxemburg tentang peranan partai. Dia prihatin bahwa peranan partai sebagai pemimpin seharusnya tidak terlalu besar – karena dia menganggapnya sebagai ‘posisi hati-hati sosial demokrat’. Luxemburg mengidentifikasi ‘sentralisme’, yang bagaimanapun juga dilihatnya sebagai sebuah keharusan, (‘sosial demokrat, lazimnya, memandang rendah bentuk-bentuk apapun lokalisme dan federalisme’) dengan konservatisme yang menjadi sifatnya dalam organisasi semacam itu (yaitu Komite Pusat).’[xvi] Ketidakpastian tersebut tidak bisa dipahami tanpa mempertimbangkan keadaan konkrit yang dihadapi oleh Luxemburg. Saat itu dia anggota pimpinan dalam SPD, tetapi selalu gelisah tentang cara beroperasi partainya. Saat dia ingin menjelaskan bahaya sentralisme dia menggambarkannya seperti ini:

‘Kebijakan taktis demokrasi sosial Jerman sekarang ini sudah mendapat pujian dimana-mana oleh karena kelunakan dan keteguhannya. Itulah tanda penyesuaian bagus partai kami terhadap keadaan rezim parlementer… Namun, keberhasilan dalam penyesuaian tersebut sudah mulai menutup kesempatan-kesempatan yang lebih luas lagi di masa depan untuk partai kami.’[xvii]

Walaupun merupakan ramalan yang cerdas tentang apa yang nanti akan terjadi pada 1914, dia tidak mulai menjelaskan asal-usul semakin kakunya dan ritualistisnya SPD, jangankan menunjukkan bagaimana menentangnya. Individu dan kelompok yang sadar tidak bisa melawan kecenderungan itu. Karena ‘kelembaman kebanyakan disebabkan oleh kenyataan bahwa adalah menyusahkan untuk menetapkan, di dalam kekosongan hipotesa abstrak, garis-garis dan bentuk-bentuk keadaan politik yang tidak ada.’[xviii] Birokratisasi partai dilihat sebagai sesuatu yang tak dapat dihindarkan dan hanya bisa diatasi dengan pembatasan terhadap kepaduan dan efisiensi partai.

Bukan bentuk-bentuk organisasi atau pimpinan sadar yang khusus, tetapi organisasi dan pimpinan sadar pada umumnya yang membatasi kemungkinan untuk ‘gerakan sadar diri orang banyak demi kepentingan orang banyak’:

‘Yang tidak sadar mendahului yang sadar. Logika sejarah mendahului logika subyektif manusia yang terlibat dalam proses sejarah. Kecenderungan adalah badan pimpinan partai sosialis memainkan peranan yang konservatif.’[xix]

Ada unsur yang betul dan penting dalam argumen ini: yaitu kecenderungan organisasi tertentu untuk tidak sanggup (atau tidak mau) menanggapi keadaan yang berubah pesat. Kita bisa mengingat sayap maximalis dari Partai Sosialis Italia pada 1919, seluruh bagian ‘tengah’ dalam Internasionale Kedua pada 1914, kaum Menshevik-Internasionalis pada 1917, atau KPD (Partai Komuni Jerman) pada 1923. Bahkan Partai Bolshevik mengandung kecenderungan kuat untuk menunjukkan konservatisme semacam ini. Namun Luxemburg, sesudah melakukan diagnosa, tidak mencoba untuk menetapkan asalnya, kecuali dalam pemikiran keilmuan secara umum, ataupun mencari solusi keorganisasian. Ada fatalisme yang kuat dalam harapannya bahwa ‘yang tidak sadar’ dapat membetulkan ‘yang sadar.’ Meskipun kepekaannya terhadap tempo yang khas perkembangan gerakan massa, khususnya dalam Pemogokan Massa, dia menjauhkan diri dari upaya untuk merumuskan konsepsi jelas tentang jenis organisasi politik apa yang dapat menguasai perkembangan yang spontan seperti itu. Secara paradoks, orang ini yang mengecam tajam ritualisme birokasi dan kebodohan parlementer, dalam debat pada 1903 dia berpihak pada faksi partai Rusia yang justru nantinya akan mewujudkan semua kegagalan tersebut dalam bentuk yang paling sempurna dalam sejarah: kaum Menshevik. Di Jerman perlawanan politik terhadap Kautskyisme, yang mulai berkembang pada awal abad ke-20 dan sudah terbentuk secara lengkap pada 1910, tidak menjadi bentuk-bentuk keorganisasian konkrit sampai lima tahun lagi.

Terdapat kemiripan yang kuat antara pendapat Luxemburg dan pendapat yang dianut Trotsky sampai 1917. Trotsky juga sangat sadar atas bahaya ritualisme birokrasi:

‘Kerja agitasi dan pengorganisasian diantara barisan kaum proletar mempunyai kelembaman internal. Partai-partai sosialis Eropa, khususnya yang terbesar, Partai Sosial Demokrat Jerman, menjadi lebih lembam sebanding dengan semakin besarnya massa yang menganut sosialisme dan semakin mereka terorganisir dan berdisiplin. Oleh karena itu, sosial demokrat sebagai organisasi yang mewujudkan pengalaman politik kaum proletar dapat pada saat tertentu menjadi hambatan langsung untuk pertentangan kelas secara terbuka antara kaum buruh dan kaum burjuis yang reaksioner.’[xx]

Sekali lagi semangat revolusionernya berakibat bahwa dia merasa curiga atas semua organisasi tersentralisasi. Konsepsi Lenin tentang partai, menurut Trotsky pada 1904, hanya akan menuju ke keadaan di mana:

‘Organisasi partai menggantikan partai secara keseluruhan; lalu komite pusat menggantikan organisasi; dan akhirnya ‘diktator’ menggantikan dirinya untuk komite pusat.’[xxi]

Tetapi bagi Trotsky masalah nyata tentang kekuasaan kelas buruh hanya dapat dipecahkan:

‘melalui perjuangan sistematis antara…banyak aliran dalam sosialisme, aliran-aliran yang pasti akan muncul sewaktu kediktatoran proletar menimbulkan puluhan dan ratusan pertanyaan…baru. Tidak ada organisasi yang ‘menguasai’ yang akan mampu menahan aliran-aliran dan kontroversi tersebut.’[xxii]

Namun ketakutannya akan kekakuan keorganisasian membuat Trotsky mendukung aliran dalam pertentangan internal partai Rusia yang, ditunjukkan sejarah, menjadi paling takut atas spontanitas aksi massa. Walaupun dia menjadi semakin terasing dari kaum Menshevik secara politik, dia tidak mulai membangun sebuah organisasi yang melawan mereka sampai cukup lambat. Apakah dia benar atau tidak dalam kecamannya terhadap Lenin pada 1904 (dan kami yakin dia salah), Trotsky hanya menjadi pelaku sejarah yang efektif pada 1917 waktu dia menjadi anggota partai Lenin.

Kalau organisasi memang memunculkan birokrasi dan kelembaman, Luxemburg dan Trotsky muda pasti betul tentang keperluan menahan aspirasi untuk sentralisme dan kepaduan diantara kaum revolusioner. Tetapi penting untuk menerima semua akibat dari pendapat ini. Yang paling penting seharusnya fatalisme sejarah. Individu dapat berjuang dalam kelas pekerja untuk ide-idenya, dan ide-ide itu penting dalam memberikan pekerja kesadaran dan kepercayaan diri yang dibutuhkan untuk memperjuangkan pembebasannya sendiri. Tapi kaum revolusioner tidak akan pernah bisa membangun organisasi yang dapat memberikan pekerja keefektifan dan kepaduan dalam gerakan yang sepadan dengan organisasi yang secara implisit menerima ideologi aliran utama. Karena kalau melakukan itu akan secara niscaya membatasi aktivitas diri massa, ‘yang tak sadar’ yang mendahului ‘yang sadar.’ Akibatnya mestinya menunggu perkembangan ‘spontanitas’ massa. Untuk sekarang ini sebaiknya sabar menerima organisasi yang ada saat ini, sekalipun anda tidak setuju dengan politiknya, sebagai kemungkinan yang paling baik, sebagai cerminan maksimal dari perkembangan spontan massa.

Lenin dan Gramsci tentang partai dan kelas
Dalam tulisan Lenin selalu terdapat pengakuan implisit tentang masalah yang dikuatirkan Luxemburg dan Trotsky. Namun tidak ada penundukan fatalistisnya terhadap masalah itu. Semakin sering ada pengakuan bahwa bukan organisasi saja, tetapi bentuk dan aspek organisasi khusus yang menimbulkan masalah tersebut. Tidak sampai Perang Dunia Pertama dan kemudian peristiwa pada 1917 memberikan tanda yang akut atas kesalahan bentuk-bentuk organisasi lama, bahwa Lenin mulai secara eksplisit memperhatikan konsepsi baru yang dikembangkan oleh dia sendiri. Pada saat itupun konsepsinya belum matang penuh. Penghancuran kelas buruh Rusia, runtuhnya makna-makna dasar sistem Soviet (yaitu yang berdasarkan dewan buruh yang sejati), dan timbulnya Stalinisme, menenggelamkan pembaruan teori sosialis. Birokrasi, yang muncul dengan kerusakan dan kehilangan semangat kelas pekerja, mengambil alih pondasi teoretis revolusi yang disimpangkan menjadi ideologi yang mempertahankan kepentingan dan kejahatannya. Anggapan Lenin tentang apa sebenarnya partai, dan bagaimana fungsinya dalam kaitan dengan kelas buruh dan institusinya, baru dibandingkan dengan konsepsi sosial demokrat dengan jelas, lalu dikaburkan lagi oleh ideologi baru Stalinis.

Namun banyak konsepsi Lenin diangkat oleh orang Italia Antonio Gramsci dan dikembangkan dalam bentuk teoretis yang lebih jelas.[xxiii]

Biasanya yang kurang diperhatikan oleh komentator Lenin adalah bahwa di sepanjang tulisannya terdapat dua konsepsi yang terjalin dan saling mengimbangi, yang dari sudut pandang sepintas kelihatannya bertentangan. Pertama, Lenin menekankan secara terus-menerus kemungkinan transformasi mendadak kesadaran kelas buruh, pemberontakan tak diduga-duga yang merupakan sifat aktivitas diri kelas buruh, menekankan naluri yang mendalam di antara kelas pekerja yang membuat mereka mulai menolak kebiasaan bersikap tunduk:

‘Dalam…sejarah revolusi muncul kontradiksi yang berkembang selama dekade dan berabad-abad. Kehidupan menjadi penuh kejadian yang luar biasa. Massa, yang selalu dipinggirkan dan oleh karena itu sering dibenci oleh pengamat dangkal, memasuki medan politik sebagai pejuang aktif… Massa ini sedang berjuang seperti pahlawan dan sekuat mungkin untuk menanggulangi tugas raksasa yang sangat signifikan yang dibebankan kepada mereka oleh sejarah; dan betapapun besarnya kekalahan tersendiri, betapapun dahsyatnya bagi kami kalau ada sungai darah dan ribuan korban, tidak pernah ada bandingan dalam pentingnya pelatihan langsung yang dialami oleh massa dan kelas-kelas selama perjuangan revolusioner sendiri.[xxiv]

‘Kami bisa menyadari pentingnya usaha pendidikan politik yang pelan, terus-menerus dan seringkali tidak kelihatan, yang selalu dikerjakan, dan selalu akan dikerjakan oleh kaum sosial demokrat. Namun kami seharusnya tidak melakukan apa yang dalam keadaan sekarang ini akan lebih bahaya lagi – kurangnya kepercayaan akan tenaga rakyat. Kami mesti ingat betapa hebatnya kekuatan pendidikan dan pengorganisasian yang terkandung dalam revolusi, saat kejadian sejarah yang agung menggeser orang di jalan dari loteng terpencilnya dan menjadikan dia warga. Kadang-kadang bulan-bulan revolusi mendidikkan warga lebih cepat dan lebih tuntas daripada dasawarsa stagnasi politik.’[xxv]

Kelas buruh, secara naluri dan spontan, berwawasan demokrasi sosial.[xxvi]

‘Kondisi khusus kaum proletar dalam masyarakat kapitalis menuju ke perjuangan buruh untuk sosialisme; perserikatan mereka dengan partai sosialis meletus dengan kekuatan spontan pada tahap sangat dini pergerakan.’[xxvii]

Dalam bulan-bulan paling buruk pun saat meletusnya perang pada 1914 dia dapat menulis:

‘Keadaan objektif yang dibentuk oleh perang…secara niscaya menciptakan perasaan revolusioner; itu menghaluskan dan memberi penerangan pada semua kaum proletar yang paling baik dan memiliki kesadaran klas. Perubahan mendadak dalam perasaan rakyat tidak hanya mungkin, tapi menjadi semakin mungkin.’[xxviii]

Pada 1917 kepercayaannya terhadap rakyat berakibat bahwa pada April dan Agustus-September dia bertentangan dengan partainya sendiri:

‘Lenin bilang lebih dari satu kali bahwa massa adalah lebih ke kiri daripada partai. Dia tahu bahwa partai lebih ke kiri daripada lapisan atas partai, yaitu “Bolshevik lama.”’[xxix]

Berkaitan dengan ‘Konferensi Demokratik’ dia menulis:

‘Kami harus menarik massa ke dalam diskusi tentang pertanyaan ini. Pekerja yang sadar kelas harus merebut kasus ini ke dalam tangannya sendiri, mengurusi diskusi dan mendesak “mereka yang di atas”.’[xxx]

Namun ada juga unsur pokok yang kedua dalam pikiran dan praktek Lenin: tekanan pada peran teori dan partai sebagai pengusungnya. Pengakuan atas hal itu yang paling terkenal adalah Apa yang harus Dilakukan? (What is to be Done?) di mana Lenin menulis bahwa ‘tanpa teori revolusioner tidak mungkin ada praktek revolusioner.’[xxxi] Tapi itulah tema yang muncul kembali pada setiap tahap dalam aktivitasnya, tidak hanya pada 1903, tapi 1905 dan 1917 pula, persisnya pada saatnya dia mengutuk kegagalan partai menanggapi radikalisasi rakyat. Dan bagi dia partai itu sesuatu yang sangat berbeda dengan organisasi massa kelas secara keseluruhan. Partai merupakan organisasi barisan depan, di mana diperlukan pengabdian dari anggota yang tidak terdapat dalam kebanyakan buruh. (Namun itu tidak berarti bahwa Lenin ingin organisasi yang terdiri dari revolusioner profesional saja.)[xxxii] Mungkin itu kelihatannya kontradiksi yang menonjol, khususnya bahwa pada 1903 Lenin menggunakan argumentasi yang diambil dari Kautsky untuk mengatakan bahwa hanya partai dapat mengilhami kelas dengan kesadaran sosialis, sementara nanti dia bilang bahwa kelas itu lebih ‘ke kiri’ dari partai. Namun, sebenarnya kalau melihat kontradiksi di sini itu adalah kegagalan mengerti pokok-pokok pemikiran Lenin tentang masalah ini. Karena dasar teoretis untuk pendapatnya tentang partai adalah bukan bahwa kelas buruh tidak mampu mendapat kesadaran sosialis teoretis dengan sendirinya. Lenin mengaku itu di Kongres Kedua RSDLP (Russian Social Democratic Labour Party) waktu dia membantah bahwa ‘Lenin tidak memperhatikan apa saja tentang fakta bahwa kaum pekerja juga berperan dalam pembentukan ideologi’ dan menambahkan bahwa ‘“kaum ekonomis” sudah pergi ke satu ekstrem. Untuk meluruskan perkara seharusnya menarik ke arah lain – dan itulah yang saya lakukan.’[xxxiii]

Sesungguhnya, basis untuk pendapatnya adalah bahwa tingkat kesadaran dalam kelas pekerja tidak pernah seragam. Betapapun pesatnya pembelajaran massa kaum buruh dalam keadaan revolusioner, ada bagian yang akan lebih maju daripada yang lain. Kalau memandang transformasi spontan itu dengan gembira saja, itu seperti menerima tanpa kritik apa saja yang muncul secara sementara. Tetapi itu mencerminkan keterbelakangan kelas maupun kemajuannya, situasinya dalam masyarakat burjuis serta kemampuannya untuk berkembang lagi sehingga bisa membuat revolusi. Kaum buruh tidaklah otomatis tanpa ide. Kalau mereka tidak diyakinkan oleh pandangan dunia sosialis dengan intervensi revolusioner yang sadar, mereka akan terus menyetujui ideologi burjuis masyarakat yang ada. Itu menjadi kemungkinan besar karena ideologi borjuis adalah ideologi yang mewarnai semua aspek kehidupan saat ini dan terabadikan oleh semua media. Bahkan kalau ada pekerja yang ‘secara spontan’ mencapai pandangan ilmiah yang lengkap mereka masih harus mendesak orang lain yang belum:

‘Untuk melupakan perbedaan antara barisan depan dan massa keseluruhan yang condong ke mereka, untuk melupakan kewajiban barisan depan untuk mengangkat lapisan yang lebih luas lagi ke tingkat majunya sendiri, itu berarti menipu sendiri, menutup mata terhadap luasnya tugas kami, dan menyempitkan tugas-tugas itu.’[xxxiv]

Argumen ini bukanlah argumentasi yang dapat dibatasi ke dalam suatu periode sejarah. Ini bukanlah argumentasi, seperti yang diusulkan oleh beberapa orang, yang hanya berlaku untuk kelas buruh Rusia yang terbelakang pada 1902 tapi tidak untuk negara maju hari ini. Kemungkinan absolut perkembangan kesadaran kelas pekerja memang lebih besar di negara maju, namun watak masyarakat kapitalis menjamin terus sebuah ketidakmerataan di dalam kelas buruh. Membantah hal seperti itu seperti membingungkan potensi kelas buruh dengan keadaannya sekarang ini. Lenin menulis melawan kaum Menshevik (dan Rosa Luxemburg!) pada 1905:

‘Pakailah kurang omong kosong tentang perkembangan aktivitas independen kaum buruh – kaum buruh menunjukkan sangat banyak aktivitas revolusioner independen yang anda tidak perhatikan! – tapi pastikan bahwa anda tidak melemahkan semangat kaum buruh yang kurang berkembang dengan ‘buntutisme’ anda.’[xxxv]

… Ada dua jenis aktivitas independen. Ada aktivitas independen proletar yang memiliki prakarsa revolusioner, dan ada aktivitas independen proletar yang kurang berkembang dan dipegang oleh dalang yang memimpin… Ada sosial demokrat yang sampai saat ini merenungkan secara memuja jenis aktivitas kedua, yang percaya bahwa mereka dapat mengelakkan jawaban langsung kepada pertanyaan yang mendesak dengan mengucapkan kata “klas” berulang kali.’[xxxvi]

Singkatnya, berhenti bicarakan apa yang klas secara keseluruhan dapat capai dan mulailah bicarakan bagaimana kami, sebagai bagian dari perkembangannya, akan bertindak. Gramsci menulis:

‘Tidak ada spontanitas murni dalam sejarah, itu seharusnya bertepatan dengan aksi mekanis yang murni. Dalam gerakan yang “paling spontan” unsur “pimpinan sadar” hanyalah tak terkendali… Ada bermacam-macam unsur pimpinan sadar dalam gerakan ini, namun tidak ada yang utama.’[xxxvii]

Manusia tidak pernah ada tanpa konsepsi tentang dunia. Mereka tidak berkembang terpisah dari sebuah kolektivitas. ‘Untuk konsepsi tentang dunianya seorang selalu merupakan milik sebuah kelompok, khususnya dalam semua elemen sosial yang cara pikir dan kerjanya sama’ – kecuali kalau dia terlibat dalam proses kritik terus-menerus atas pandangan dunianya sehingga itu koheren:

‘Dia tergolong dalam bermacam-macam massa-orang sekaligus, kepribadiannya terbentuk dalam cara yang aneh. Terkandung di dalamnya ada unsur primitip dan prinsip pelajaran moderen yang paling maju, prasangka busuk dari semua tahap di masa lalu, dan intuisi filsafat masa depan bagi bangsa manusia yang bersatu di seluruh dunia.[xxxviii]

…Orang dalam massa yang aktif bekerja secara praktis, tapi tidak memiliki kesadaran teoretis yang jelas atas aksinya, yang juga pengertian tentang dunia sejauh dia mengubahnya. Bahkan, kesadaran teoretisnya bisa bertentangan dengan aksinya. Kita hampir bisa mengatakan bahwa dia memiliki dua kesadaran teoretis (atau satu kesadaran yang kontradiksi), satu yang tersembunyi dalam aksinya, yang menyatukan dia dengan semua rekannya dalam transformasi praktis kenyataan, dan satu yang lain yang secara dangkal dan eksplisit atau lisan diwarisinya dari masa silam dan yang diterimanya tanpa kritik… [perbedaan ini dapat berkembang mencapai titik] dimana kontradiksi di dalam kesadarannya tidak akan membolehkan aksi apa pun, keputusan apa pun, pilihan apa pun, dan menimbulkan sebuah keadaan pasif secara moral dan politik.’[xxxix]

‘Semua aksi merupakan hasil dari beragam kemauan yang dipengaruhi oleh bermacam-macam intensitas, kesadaran, dan homogenitas yang berkaitan dengan hasrat keseluruhan massa… Jelas bahwa teori yang berhubungan dengannya, dan yang implisit akan merupakan sebuah gabungan kepercayaan dan sudut pandang yang kabur dan beraneka-ragam. [Jika kekuatan praktik yang dilepaskan pada saat sejarah yang tertentu ingin] efektif dan meluas [perlu] dibangun sebuah teori di atas praktek yang, bersamaan dengan elemen tegas dalam praktek itu, mempercepat proses sejarah dalam aksi, membuat praktek lebih homogen, koheren, lebih manjur dalam semua elemennya.’[xl]

Dalam kaitan itu pertanyaan tentang apa yang lebih baik antara ‘spontanitas’ atau ‘pimpinan sadar’ menjadi apakah itu:

‘lebih baik untuk berpikir tanpa memiliki kesadaran kritik, secara terputus-putus dan tak teratur, dalam kata lain, untuk “ikut serta” dalam konsepsi tentang dunia yang “dipaksakan” secara mekanistis oleh lingkungan eksternal, yaitu oleh satu dari sekian kelompok sosial yang melibatkan secara otomatis tiap orang sejak dia memasuki dunia sadar, atau apakah lebih baik untuk mengetahui konsepsinya sendiri tentang dunia secara sadar dan kritis.’[xli]

Peranan partai adalah untuk bertindak dalam situasi ini untuk mendesak sebuah pandangan dunia yang tertentu dan aktivitas praktis yang berhubungan dengannya. Mereka berupaya untuk menyatukan ke dalam sebuah kolektivitas semua orang yang menyetujui tentang pandangan dunia yang tertentu dan menyebarkannya. Tujuan partai adalah untuk memberikan homogenitas pada massa individu yang dipengaruhi oleh bermacam-macam ideologi dan kepentingan. Tapi partai dapat melakukan itu dengan dua cara.

Cara pertama dicirikan Gramsci seperti Gereja Katolik. Gereja mencoba mengikat beragam kelas dan lapisan sosial kepada satu ideologi. Gereja berusaha menyatukan cendekiawan dan ‘orang biasa’ ke dalam satu pandangan dunia yang terorganisir. Tapi itu hanya bisa dicapai melalui disiplin ketat terhadap kaum cendekiawan sehingga mereka direndahkan ke tingkat ‘orang biasa’. ‘Marxisme berlawanan dengan posisi katolik.’ Sebaliknya, Marxisme mencoba menyatukan kaum cendekiawan dengan kaum buruh supaya terus-menerus meningkatkan kesadaran massa, sehingga mereka sesungguhnya dapat betindak secara independen. Itu persisnya alasan kenapa kaum Marxis tidak bisa ‘memuja’ saja spontanitas rakyat: itu seperti meniru kaum Katolik dengan berupaya membatasi kaum paling maju dengan keterbelakangan kaum paling belakang.

Bagi Gramsci dan Lenin itu berarti bahwa partai terus-menerus berupaya mengangkat anggota yang terbaru ke tingkat pengertian anggota yang paling lama. Partai seharusnya selalu menanggapi perkembangan ‘spontan’ kelas, menarik elemen-elemen yang sedang mencapai kesadaran yang jelas akibat dari itu:

‘Untuk jadi partai massa tidak hanya dalam nama, kami harus menarik massa yang semakin luas guna melibatkan mereka dalam semua urusan partai, terus mengangkat mereka dari ketidakacuhan politik ke protes dan perjuangan, dari semangat protes secara umum menjadi pandangan demokrasi sosial, dari pandangan itu ke dukungan untuk gerakan, dari dukungan menjadi keanggotaan terorganisir dalam partai.’[xlii]

Tetapi partai yang bisa menunaikan tugas-tugas ini tidak seharusnya partai yang ‘paling luas.’ Hal itu dilakukan oleh organisasi yang menggabungkan di satu sisi upaya terus-menerus melibatkan dalam kerjanya kelompok buruh yang semakin luas, dan di sisi lain pembatasan keanggotaannya pada mereka yang ingin menaksir secara serius dan ilmiah aktivitasnya sendiri serta partai secara umum. Oleh karena itu definisi tentang apakah sebenarnya anggota partai itu adalah masalah penting. Partai semestinya tidak terdiri atas siapa pun yang mau masuknya, tapi hanya mereka yang ingin menerima disiplin organisasinya. Pada masa biasa, jumlah orang seperti itu akan merupakan persentase kecil kelas pekerja; namun pada masa pemberontakan jumlahnya akan bertambah tak terkira.

Ada kontras yang penting di sini dengan praktek partai-partai sosial demokrat. Lenin sendiri menyadari itu berkaitan dengan Rusia sebelum 1914, tapi pendapatnya jelas. Dia membandingkan tujuan-tujuannya – ‘organisasi yang sesungguhnya sekuat besi’, ‘partai yang kecil tapi kuat’ yang terdiri dari ‘semua yang ingin berjuang’ – dengan ‘raksasa yang luar biasa besarnya, beragam elemen-elemen Iskra baru dari kaum Mensheviks.’[xliii] Itu menjelaskan kenapa dia bersikeras menjadikan pertanyaan tentang syarat-syarat keanggotaan sebuah prinsip ketika terjadinya perpecahan dengan kaum Menshevik.

Dalam konsepsi Lenin unsur-unsur yang dia sendiri dengan hati-hati perhitungkan di satu sisi terbatas secara historis dan sisi lain yang bisa digunakan secara umum harus dibedakan. Yang terbatas secara historis merupakan tekanan terhadap organisasi rahasia tertutup dan keperluan untuk arahan teliti dari atas ke bawah oleh pejabat partai, dll.

‘Di bawah kondisi kebebasan politik partai kami akan sepenuhnya berdasarkan prinsip pemilihan. Di bawah otokrasi itu tidak dapat dijalankan untuk ribuan buruh yang menyusun partai.’[xliv]

Yang aplikasinya jauh lebih umum adalah tekanan terhadap perlunya membatasi masuknya orang ke dalam partai kecuali mereka yang akan menerima disiplinnya. Penting ditekankanbahwa bagi Lenin (bertentangan dengan banyak pengikut gadungannya) itu tidak berarti penerimaan otoritarianisme. Partai revolusioner ada supaya memungkinkan buruh yang paling sadar dan militan serta cendekiawan melakukan diskusi ilmiah sebagai pendahuluan untuk aksi yang serius dan terpadu. Itu tidak mungkin tanpa partisipasi menyeluruh dalam aktivitas partai. Hal tersebut memerlukan kejelasan dan ketelitian dalam argumentasi bergabung dengan ketegasan keorganisasian. Alternatifnya adalah ‘rawa’ – di mana elemen yang termotivasi oleh ketelitian ilmiah dicampurkan dengan mereka yang bingung habis-habisan sehingga mencegah aksi tegas, akibatnya membuat mereka yang paling belakang menjadi pemimpin. Disiplin yang diperlukan untuk debat semacam itu adalah disiplin dari mereka yang ‘mengambil keputusan secara bebas untuk bergabung.’[xlv] Kecuali partai mempunyai batas yang jelas dan cukup koheren untuk melaksanakan keputusan, diskusi tentang keputusannya – jauh dari ‘bebas’ – malah tidak berarti. Bagi Lenin, sentralisme itu jauh dari menjadi lawan pengembangan inisiatif dan otonomi anggota partai; malah itu prasyaratnya. Patut dicatat bagaimana Lenin menyimpulkan alasan untuk perjuangannya untuk sentralisme pada 1905 selama dua tahun yang sebelumnya. Membicarakan peranan organisasi pusat dan koran pusat dia mengatakan bahwa hasilnya akan:

‘pembentukan jaringan agen…yang…tidak nongkrong menunggu panggilan untuk pemberontakan, tapi akan melakukan aktivitas reguler sehingga memastikan kemungkinan sukses tertinggi kalau terjadinya pemberontakan. Aktivitas semacam itu akan memperkuat hubungan kami dengan massa buruh yang luas dan dengan semua lapisan yang tidak puas dengan aristokrasi… Persisnya aktivitas semacam itu akan berperan mengemban kemampuan menilai secara benar keadaan umum politik dan, sebagai akibat, kemampuan untuk memilih saat yang tepat untuk pemberontakan. Persisnya aktivitas semacam ini akan melatih semua organisasi lokal untuk serentak menanggapi pertanyaan politik yang sama, insiden, dan peristiwa yang menggoncangkan seluruh Rusia dan menanggapi “insiden-insiden” ini dengan cara yang setepat, seragam dan sebijaksana mungkin.’[xlvi]

Menjadi bagian dari organisasi seperti itu, buruh maupun intelektual dilatih untuk menaksir keadaan konkrit mereka sendiri menurut aktivitas sosialis ilmiah ribuan orang lain. ‘Disiplin’ berarti menerima keperluan untuk mengaitkan pengalaman individu dengan teori dan praktek partai secara keseluruhan. Tidak berlawanan, tapi merupakan prasyarat, adalah kemampuan melakukan evaluasi independen keadaan konkrit. Itu juga kenapa, bagi Lenin, ‘disiplin’ tidak berarti menyembunyikan perbedaan yang ada di dalam partai, malah menyingkapkannya sebanyak mungkin supaya bisa dibicarakan secara tuntas. Hanya dengan cara ini dapat massa anggota melakukan penilaian secara ilmiah. Badan partai harus terbuka terhadap pendapat-pendapat mereka yang dianggap tidak konsekuen:

‘Dari sudut kami itu suatu keharusan – biarpun ada penyimpangan dari pola teratur sentralisme dan dari ketaatan terhadap disiplin – untuk sepenuhnya memungkinkan kelompok kecil untuk berargumentasi dan memberi seluruh partai kesempatan untuk mempertimbangkan pentingnya atau tidaknya perbedaan itu dan menentukan dimana, bagaimana dan siapa yang menunjukkan ketidakkonsekuenan.’[xlvii]

Singkatnya, yang penting adalah bahwa ada kejelasan dan koherensi politik dalam partai supaya menjamin bahwa semua anggotanya terlibat dalam debatnya dan mengerti sangkut-pautnya dengan aktivitasnya sendiri. Ini alasannya kenapa itu gila, seperti kaum Menshevik coba, dan seperti orang sekarang ini, untuk membingungkan partai dengan kelas. Kelas secara keseluruhan terus-menerus melawan kapitalisme dengan tak sadar; partai merupakan bagian dari kelas yang sudah sadar dan bersatu demi memberikan pimpinan sadar kepada perjuangan kelas secara keseluruhan. Disiplinnya bukan sesuatu yang terpaksa dari atas ke bawah, namun sesuatu yang diterima secara sukarela oleh semua mereka yang turut serta dalam keputusannya dan bertindak untuk menjalankannya.

Partai Sosial Demokrat, Partai Bolshevik dan partai Stalinis
Kita bisa melihat perbedaan antara partai sebagaimana dipahami Lenin dan partai sosial demokrat yang secara bersamaan dibayangkan dan ditakuti oleh Rosa Luxemburg dan Trotsky. Partai Sosial Demokrat dilihat sebagai partai keseluruhan kelas. Dalam pengertian ini pengambilan kekuasaan oleh kelas itu sama dengan pengambilan kekuasaan oleh partai. Semua kecenderungan di dalam kelas harus diwakili dalam partai. Perpecahan dalam partai dianggap perpecahan dalam kelas. Sentralisasi, walaupun diakui diperlukan, ditakuti sebagai sentralisasi yang terjadi di atas dan berlawanan dengan aktivitas spontan kelas. Tapi persisnya dalam partai semacam ini terdapat kecenderungan ‘otokratis’ yang berkembang begitu banyak, seperti diperingatkan oleh Luxemburg. Karena di dalamnya kebingungan antara anggota dan simpatisan, aparatur raksasa yang diperlukan untuk menjaga kesatuan massa anggota – yang hanya setengah sadar politik – dalam rentetan aktivitas sosial, menyebabkan pelemahan perdebatan politik, kekurangan keseriusan politik, selanjutnya berakibat pada pengurangan kemampuan anggota untuk melakukan evaluasi politik independen, dan meningkatkan ketergantungan terhadap aparatur untuk melibatkan anggota. Tanpa sentralisasi keorganisasian yang bertujuan memberikan kejelasan dan ketegasan terhadap perbedaan politik, otonomi anggota biasa pasti akan dilemahkan secara permanen. Hubungan kesukaan pribadi atau rasa hormat terhadap pemimpin tertinggi menjadi lebih penting daripada evaluasi politik yang ilmiah. Di rawa, di mana tidak ada orang yang mengambil jalan jelas, biarpun jalan yang salah, yaitu tidak ada diskusi tentang apa yang benar. Penolakan mengaitkan hubungan keorganisasian dengan evaluasi politik, walaupun dilakukan secara mulia dengan maksud memelihara ‘partai massa,’ tentunya mengakibatkan loyalitas keorganisasian menggantikan hubungan politik. Apa lagi, akibatnya adalah kegagalan untuk bersikap independen menghadapi perlawanan dari rekan lama (contoh paling jelas tentang kecenderungan ini tidak diragukan ada pada Martov di tahun 1917).

Penting dimengerti bahwa partai Stalinis bukan semacam Partai Bolshevik. Partai Stalinis didominasi oleh struktur keorganisasian. Kesetiaan pada organisasi lebih penting daripada prinsip politik organisasi dalam partai semacam itu. Peran teori adalah untuk membenarkan praktek yang ditentukan secara eksternal, bukan sebaliknya. Loyalitas keorganisasian aparatur menentukan keputusan politik (loyalitas itu berkaitan dengan keperluan aparatur negara Rusia). Patut dicatat bahwa di Rusia, kemenangan nyata aparatur atas partai persisnya memerlukan masuknya ratusan ribu ‘simpatisan’ ke dalam partai, yakni pelemahan ‘partai’ oleh ‘kelas.’ Paling baik mereka tidak percaya diri secara politik, ‘pengerahan Lenin’ dapat diandalkan untuk tunduk kepada aparatur. Partai Leninis tidak mengalami kecenderungan untuk kontrol biokrasi karena tepat sekali membatasi keanggotaanya pada mereka yang ingin cukup serius dan disiplin menganggap masalah politik dan teori sebagai titik awalnya, dan menomorduakan segala aktivitas terhadapnya.

Namun tidakkah itu memberi kesan konsepsi partai yang sangat elitis? Sebagian itu betul, tapi itu bukan kesalahan partai, malahan kehidupan itu sendiri, yang memunculkan perkembangan kesadaran kelas buruh yang tidak merata. Supaya efektif, partai harus bertujuan merekrut semua mereka yang dianggap paling ‘maju.’ Partai tidak bisa merendahkan tingkat ilmu dan kesadarannya supaya tidak menjadi ‘elit.’ Misalnya, partai tidak bisa melihat buruh yang rasis sebagai ‘sebaik’ anggota partai internasionalis, supaya memperhatikan ‘aktivitas diri’ kelas. Tapi jadi ‘barisan depan’ tidak sama dengan menggantikan keinginan, kebijakan, atau kepentingan partai, untuk kelas.

Di sini penting melihat bahwa bagi Lenin partai bukan permulaan negara buruh – itu dewan buruh. Kelas buruh secara keseluruhan akan terlibat dalam organisasi-organisasi yang merupakan negaranya, baik unsur yang terbelakang maupun yang paling maju. ‘Setiap tukang masak akan memerintah.’ Dalam karya utama Lenin tentang negara, partai hampir tidak disebutkan. Fungsi partai bukan menjadi negara, namun menjalankan agitasi dan propaganda secara terus-menerus diantara elemen kelas yang lebih terbelakang, supaya meningkatkan kesadaran dirinya dan kepercayaan dirinya sehingga mereka akan mendirikan dewan buruh dan memperjuangkan penggulingan bentuk-bentuk organisasi negara burjuis. Negara soviet (dewan buruh) adalah perwujudan konkrit tertinggi aktivitas diri seluruh kelas pekerja; partai merupakan bagian kelas yang paling sadar atas implikasi historis dunia aktivitas diri tersebut.

Fungsi masing-masing negara buruh dan partai semestinya cukup berbeda (itu alasannya kenapa bisa lebih dari satu partai dalam negara buruh). Negara buruh harus mewakili semua keragaman kepentingan seksi – geographis, industri, dll. – dalam kaum buruh. Itu harus mengakui dalam mode keorganisasiannya semua keanekaragaman kelas. Partai, di sisi lain, berdasarkan hal-hal yang menyatukan kelas secara nasional dan internasional. Partai terus-menerus bertujuan, dengan meyakinkan secara ideologis, untuk mengatasi keanekaragaman kelas. Partai memerhatikan prinsip politik nasional serta internasional, bukan persoalan sempit kelompok pekerja tersendiri. Partai hanya bisa meyakinkan, tidak memaksa mereka untuk mengikuti pimpinannya. Organisasi yang terlibat dalam penggulingan revolusioner kapitalisme oleh kelas pekerja tidak bisa mempertimbangkan penggantian dirinya untuk badan-badan pemerintahan langsung kelas itu. Perspektif semacam itu hanya dipertimbangkan oleh partai demokrasi sosial atau Stalinis (dan keduanya terlalu takut atas aktivitas diri massa untuk mengusahakan substitusi melalui praktek revolusioner dalam negara kapitalis maju). Karena bercokol dalam sistem kapitalisme, organisasi revolusioner harus akan mempunyai struktur yang cukup berbeda dari negara buruh yang akan muncul selama proses penggulingan kapitalisme.[xlviii] Partai revolusioner akan harus memperjuangkan prinsip-prinsipnya dalam institusi negara buruh, menentang mereka dengan prinsip yang berlawanan; itu hanya mungkin karena partai sendiri bukan negara buruh.[xlix]

Jadi kami bisa melihat bahwa teori Lenin tentang partai dan teorinya mengenai negara bukan dua hal yang terpisah, yang dapat ditangani tersendiri. Hingga dia membangun teori negara, dia cenderung memandang Partai Bolshevik sebagai penyesuaian khas terhadap keadaan Rusia. Dengan konsepsi partai sosial demokrat (dan nanti Stalinis), di mana partai menjadi negara, maka wajar bagi untuk kaum sosialis revolusioner – dan oleh karena itu demokratik – yang sejati, untuk tidak ingin membatasi partai pada bagian kelas yang paling maju, meskipun keperluan untuk organisasi terdiri dari seksi yang paling sadar diakui. Itu menjelaskan keraguan Rosa Luxemburg terhadap pertanyaan tentang organisasi politik dan kejelasan teoretis. Hal tersebut membiarkannya memperlawankan ‘kesalahan yang dilakukan oleh gerakan revolusioner yang sejati’ dengan ‘kesempurnaan Komite Pusat yang paling pandai.’ Namun kalau partai dan institusi kekuasaan kelas berbeda (meskipun partai berusaha mempengaruhi mereka) ‘kesempurnaan’ partai merupakan bagian pokok dalam proses dimana kelas belajar dari kesalahannya. Lenin melihat ini. Lenin yang menarik pelajarannya, bukan (setidaknya sampai akhir hidupnya) Luxemburg. Tidak betul bahwa, ‘bagi kaum Marxis di negara industri maju, pendapat semula Lenin bisa kurang berperan sebagai pedoman daripada Rosa Luxemburg…’[l] Masih perlunya membangun organisasi terdiri dari Marxis revolusioner yang akan menyimak secara ilmiah keadaannya dan situasi kelas secara keseluruhan, akan mengkritik habis kesalahannya, dan akan, sambil ikut serta dalam perjuangan sehari massa pekerja, berupaya meningkatkan aktivitas diri independen mereka dengan tak henti-hentinya melawan ketundukannya – baik ideologis maupun praktis – terhadap masyarakat lama. Reaksi terhadap persamaan antara kelas dan elit partai yang dilakukan baik oleh demokrasi sosial maupun Stalinisme masih berkembang saat ini. Namun itu seharusnya tidak mencegah perspektif yang jelas tentang apa yang kami harus lakukan untuk mengatasi warisannya.


[i] Leon trotsky, The First Five Years of the Communist International, Vol.1, New York 1977; p.98.

[ii] K Kautsky, The Erfurt Program, Chicago 1910, p.8.

[iii] K Kautsky, The Road to Power, Chicago 1910, p.24.

[iv] See Karl Kautsky, Social Revolution, p.45. Also Carl E. Schorske, German Social Democracy 1905-1917, Cambridge, Mass 1955, p.115.

[v] K Kautsky, Ibid, p. 47

[vi] K Kautsky, The Erfurt Program, p. 188

[vii] Ibid.

[viii] Ibid, p. 189

[ix] K Kautsky, The Road to Power, p. 95

[x] Leon Trotsky in Nashe Slovo, 17th October 1915. Quoted in Leon Trotsky, Permanent Revolution, London 1962, p.254.

[xi] Misalnya walaupun soviet disebut sebagai ‘alat kekuasaan revolusioner’, dalam sebuah artikel penting tentang perspektif dalam Sotsial-Demokrat pada 1915, soviet tidak diutamakan – disebut di lima atau enam garis dalam artikel empat halaman.

[xii] Memperbandingkan Organisational Questions of the Russian Social Democracy,dan The Mass Strike, the Political Party and the Trade Unions (Bookmarks, London, 1986)

[xiii] R Luxemburg, Leninism or Marxism? (Ann Arbor, 1962), p82. Cukup menarik bahwa Lenin, dalam jawabannya, tidak berfokus pada pertanyaan sentralisasi pada umumnya, namun pada kesalahan fakta dan perbedaan dalam artikel Luxemburg.

[xiv] R Luxemburg, The Mass Strike, p. 57

[xv] Ibid.

[xvi] R Luxemburg, Leninism or Marxism? p. 92

[xvii] Ibid, p. 94

[xviii] Ibid, p. 93

[xix] Ibid, p. 93

[xx] L Trotsky, Results and Prospects (1906), in The Permanent Revolution and Results and Prospects (London, 1962), h. 246.

[xxi] Dikutip dari I Deutscher, The Prophet Armed (London, 1954), hh. 92-93.

[xxii] Ibid.

[xxiii] Sayangnya tidak ada ruang di sini untuk membicarakan diskusi Trotsky yang nanti terjadi tentang perkara ini.

[xxiv] V I Lenin, Collected Works, Vol VIII, p. 104

[xxv] Ibid, Vol VIII, p. 564

[xxvi] V I Lenin, Collected Works, Vol XXVI, pp. 57-58

[xxvii] Dikutip dari R Dunayevskaya, Marxism and Freedom (New York, 1958), p. 981

[xxviii] V I Lenin, The Collapse of the Second International, in Collected Works, Vol.XXI, pp.257-8.

[xxix] L Trotsky, History of the Russian Revolution (London, 1965), p. 981.

[xxx] V I Lenin, Collected Works, XXVI, pp. 57-58.

[xxxi] V I Lenin, What is to be Done? (Moscow, no date), p. 25.

[xxxii] See V I Lenin, Collected Works, Vol VII, p.263.

[xxxiii] Ibid, Vol VI, p. 491.

[xxxiv] Ibid , Vol VII, p. 265

[xxxv] Ibid, Vol VIII, p. 157

[xxxvi] Ibid, Vol VIII, p. 155

[xxxvii] A Gramsci, Passato e Presente (Turin, 1951), p. 55.

[xxxviii] A Gramsci, The Modern Prince and other essays (London, 1957), p. 59.

[xxxix] Ibid, pp. 66-67

[xl] A Gramsci, Il Materialismo storico e la filosofia di Benedetto Croce (Turin, 1948), p.38.

[xli] A Gramsci, The Modern Prince and other essays, p. 67.

[xlii] V I Lenin, Collected Works, Vol VII, p. 117.

[xliii] Ibid, Vol VIII, p. 145

[xliv] Ibid, Vol VIII, p. 196

[xlv] V I Lenin, What is to be Done?, p. 11.

[xlvi] V I Lenin, Collected Works, Vol VIII, p. 154.

[xlvii] Ibid, Vol VII, p. 116

[xlviii] Untuk pernyataan naif dengan pandangan lawan lihat An Open Letter to IS Comrades, Solidarity Special, September 1968.

[xlix] Kebingungan masuk argumen karena pengalaman Rusia setelah 1918. Namun, poin yang penting adalah bahwa bukan bentuk partai yang mengakibatkan kekuasaan partai daripada kekuasaan soviet, melainkan penghancuran kelas pekerja (lihat C Harman, ‘How the Revolution Was Lost’, International Socialism, First Series, Vol 30). Cliff menganjurkan argumen itu dalam Trotsky on substitution, tapi, untuk alasan yang tidak jelas, juga mengatakan bahwa dalam pendapat awal Trotsky bahwa teori organisasi Lenin ‘substitusionis’, ‘terlihat kecerdasan bersifat ramalan, kemampuannya melihat ke depan, menyangkutkan semua aspek kehidupan ke dalam sistem yang terpadu.’

[l] T Cliff, Rosa Luxemburg (London, 1959), h. 54. Di sini lagi keinginan Cliff untuk menghormati seorang revolusioner yang amat penting rupanya melibihi penilaian ilmiah yang sejati.

Magazine

Solidarity meetings

Latest articles

Read more

Jujur Tentang Venezuela

Setiap hari krisis politik dan ekonomi di Venezuala semakin kejam. Jumlah korban tewas meningkat tanpa henti dan petempuran jalanan yang ganas tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

19 Tahun Sejak Reformasi – Namun Perjuangan untuk Demokrasi Terus Dibutuhkan

Putusan dua tahun hukuman penjara untuk Ahok adalah tanda terbaru bahwa sistem ini semakin tidak demokratis serta pengaruh organisasi konservatif/reaksioner semakin kuat. Ahok dijatuhi hukuman...

Perlawanan Syriza terhadap penghematan anggaran di Yunani

Alex Callinicos mengamati tantangan yang sedang dihadapi pemerintah kiri Yunani yang baru – dan ide-ide di belakang strateginya.